Zakat secara bahasa berarti : bertambah atau tumbuh. Makna tersebut dapat kita lihat dari perkataan 'Ali bin Abi Tholib :
"Ilmu itu semakin bertambah dengan diinfakkan."
Zakat secara bahasa juga berarti : yang lebih baik. Sebagaimana dapat kita lihat pada firman Allah Ta’ala :
فَأَرَدْنَآ أَن يُبْدِلَهُمَا رَبُّهُمَا خَيْرًا مِّنْهُ زَكَوٰةً وَأَقْرَبَ رُحْمًا
fa-aradnaa an yubdilahumaa rabbuhumaa khayran minhu zakaatan wa-aqraba ruhmaan
"Dan kami menghendaki, supaya Rabb mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu" (QS. Al Kahfi: 18 ; 81).[1]
Secara bahasa, zakat juga berarti : mensucikan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala :
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
qad aflaha man zakkaaha
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu." (QS. Asy Syams: 91 ; 9)
Zakat mensucikan seseorang dari sikap bakhil dan pelit. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman :
خُذْ مِنْ أَمْوَالِهِمْ صَدَقَةً تُطَهِّرُهُمْ وَتُزَكِّيهِمْ بِهَا
"Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka." (QS. At Taubah: 9 ; 103).[2]
Secara istilah syar’i, zakat berarti penunaian kewajiban pada harta yang khusus, dengan cara yang khusus, dan disyaratkan ketika dikeluarkan telah memenuhi haul (masa satu tahun) dan nishob (ukuran minimal dikenai kewajiban zakat). Zakat pun kadang dimaksudkan untuk harta yang dikeluarkan. Sedangkan muzakki adalah istilah untuk orang yang memiliki harta dan mengeluarkan zakatnya.[3]
Kita dapat mengambil pelajaran dari definisi di atas bahwa zakat dapat disebut zakat karena pokok harta itu akan tumbuh dengan bertambah barokah ketika dikeluarkan dan juga orang yang mengeluarkan akan mendapatkan berkah dengan do’a dari orang yang berhak menerima zakat tersebut. Harta lain yang tersisa juga akan bersih dari syubhat, ditambah dengan terlepasnya dari kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan harta tersebut.[4]
Sumber :
* Kitab Syarhul Mumti' 'ala Zaadil Mustaqni' : 6 ; 7-11.
* Muslim.or.id
* [1] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, 23: 226.
* [2] Lihat, Al Wajiz Al Muqorin, hal. 11.
* [3] Lihat Al Mawsu’ah Al Fiqhiyah, 23: 226.
* [4] Al Fiqhi Al Manhaji, hal. 271.
***